TIME RUNS FAST.

Sunday, July 17, 2011

Di Balik Sosok Joe.

wajahnya begitu indah, tubuhnya terlunglai di atas tempat tidur putih berlapis kain pink segar yang ditidurinya. aku melihatnya, dan kusimpulkannya senyum kecil. senyuman itu lain, senyuman itu kuperuntukkan hanya untuk sebagian orang. ia tampak memejamkan matanya walau mata kirinya tidak tertutup dengan baik, ia tetap tampak tampan bagiku. kau tahu? sekalipun masa kecilku telah runyam dibuatnya, aku tetap mencintainya, lebih dari apa yang pernah kubayangkan. derap langkahnya membuatku tahu aku aman terjaga walaupun kita terpisahkan oleh dinding berbatu. amanatnya mungkin klise dan berulang, tapi entah mengapa, kupingku sigap mendengar setiap kata yang akan dilontarkannya. tak bisa kubayangkan hidup jauh darinya, dan tak bisa kubayangkan hidup tanpanya.

raut wajahnya yang keras menahan sakit terbesit sesekali di wajahnya, aku lantas meninggalkan bacaanku, siap untuk mendengar dan meratapi kesakitan yang tengah dialaminya. rasanya aku ingin melompat dan memeluknya, memberinya kehangatan yang tertunda ketika aku beranjak dewasa. egoku memang tidak mengizinkanku memeluknya secara harafiah, tapi aku akan merengkuhnya dengan perbuatan, penghargaan, serta nama baik yang akan selalu aku perjuangkan untuknya. meskipun aku tahu aku tidak pernah sempurna dalam menjalani semuanya, tapi aku berusaha.

aku ingin menyaksikan perubahan raut wajahnya saat kali pertama ia melihatku, aku ingin menyaksikan jatuhnya air mata di pipinya saat hatinya terlalu sakit karenaku, aku ingin menjadi saksi terjadinya senyuman di wajahnya saat aku membuatnya bangga, karena untukku, senyumannya melambangkan sesuatu yang indah. dan untukku, setiap tutur kata bangga dan persetujuan darinya melebihi semuanya.

aku menulis sebagian besar dari tulisan ini ketika sedang menunggu papa yang tengah menjalankan terapi wajah, dan semenjak itu, aku tahu aku telah diberikan seseorang yang amat sangat tegar oleh Tuhan, dan aku harus bersyukur dan menjaganya. belakangan ini, aku mengerti kenapa kebanyakan orang mengatakan anak perempuan lebih dekat ke ayahnya, karena aku tengah dan telah merasakannya. papa adalah orang pertama setelah mama yang bisa menancapkan bendera pikirannya di dalam keruwetan pola pikirku. dia membantu aku berpikir lebih jauh dengan segala konsekuensi yang ia pikirkan. ia selalu meraih tanganku ketika aku akan terjatuh, dan ia akan terus menarik kembali tanganku dan mengingatkanku untuk tidak putus asa selagi ia bisa. dia adalah laki-laki yang membanting kartu tentang sesama jenisnya, karena dia tidak mau anak perempuannya ini terjatuh dan tersungkur akibat mereka.

singkat kata, aku meminta maaf kepada papa karena selama ini aku belum bisa cukup membanggakanmu. dan papa harus tau, dengan seluruh keterbatasan yang aku punya, aku akan terus mencintai dan menyayangi papa.

No comments:

Post a Comment